Oleh : dr. Widayanto, Mkes.
Perubahan adalah sesuatu yang diinginkan setiap orang, tidak semua orang dapat dengan mudah berubah, karena menghadapi setiap perubahan seseorang selalu dimulai dari cara berfikir orang tersebut, atau merubah ”mind set”. Padahal secara normal memang manusia sukar untuk berubah, sulit berubah adalah sesuatu yang baik dan normal.
Kita semua ingin berubah, ke arah yang lebih baik tentunya. Namun mengapa perubahan tampaknya sulit terjadi? Mengapa ”sulit berubah” adalah sesuatu yang baik dan normal?
Bisa Anda bayangkan bila kita sangat mudah berubah (baca: dipengaruhi)? Kita akan menjadi orang plin plan. Tidak punya pendirian. Kita akan menjalani hidup tidak berdasarkan pendirian atau prinsip hidup kita. Kita senantiasa berubah karena pengaruh lingkungan, apa yang kita baca, orang di sekitar kita, iklan, dan berita di media masa.
Lalu, mengapa kita sulit berubah?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat proses pembentukan dan perkembangan pikiran. Saat kita masih kecil, sejak dalam kandungan sampai usia tiga tahun, praktis kita hanya beroperasi dengan menggunakan pikiran bawah sadar. Saat ini belum ada pikiran sadar.
Pikiran sadar baru mulai terbentuk dan berkembang pada usia tiga tahun. Pikiran sadar semakin berkembang, semakin tebal, dan semakin kaku sesuai dengan bertambahnya usia. Sekitar pada usia sebelas tahun pikiran sadar telah benar-benar tebal dan menjadi suatu filter yang dengan sangat aktif dan efektif menyaring berbagai informasi yang diterima pikiran.
Filter pikiran inilah yang menghubungkan fikiran sadar dengan pikiran bawah sadar, yang sekaligus sebagai pintu masuk, sugesti atau pengetahuan ke pikiran bawah sadar.
Melalui penelitian yang mendalam selama lebih dari dua puluh lima tahun di Sofia, Bulgaria, Georgi Lozanov menemukan bahwa manusia punya tiga jenis filter. Apabila kita mengerti cara kerja masing-masing filter ini maka kita dapat mengakses atau memasukkan berbagai sugesti atau program pikiran langsung ke pikiran bawah sadar tanpa mendapat perlawanan atau penolakan. Hasilnya? Perubahan cepat dan permanen dapat segera terjadi.
Lozanov adalah Bapak Accelerated Learning dunia. Dengan teknik Suggestopedia yang ia kembangkan, ia mampu mengajarkan kosa kata bahasa asing, misalnya Inggris atau Perancis, kepada mahasiswanya sebanyak 1.200 kata per hari. Benar Anda tidak salah baca. Seribu dua ratus kata per hari dengan tingkat retensi yang sangat tinggi, sekitar 98 persen.
Ketiga filter pikiran di atas disebut anti-suggestive barrier. Sesuai dengan namanya, filter ini justru berfungsi sebagai penghambat sugesti. Tanpa filter ini maka kita akan terlalu mudah terpengaruh dan terlalu mudah berubah. Hal ini justru akan sangat membahayakan diri kita. Filter ini berfungsi untuk melindungi kondisi status quo yang kita rasa atau pandang sebagai kondisi yang aman dan berharga. Filter ini berfungsi sebagai pelindung diri kita dari berbagai input yang mungkin akan mengakibatkan diterimanya kepercayaan (baca: program) baru. Dengan kata lain, anti-suggestive barrier berfungsi untuk menolak input yang masuk ke dalam pikiran sadar yang tidak sejalan dengan data atau program yang telah berada di pikiran bawah sadar.
Ketiga anti-suggestive barrier ini adalah
1. logical barrier,
2. intuitive (affective) barrier, dan
3. ethical barrier.
1. Logical barrier berfungsi melindungi individu dengan cara menolak setiap sugesti yang bertentangan dengan aturan logika seorang si individu. Contohnya: Saat kita berusaha memotivasi anak kita, yang misalnya nilai ujian matematikanya hanya 4, dengan berkata, ”Kamu anak pintar.” Saat pikiran sadar si anak menerima sugesti ini, sebelum diteruskan ke pikiran bawah sadar, maka logical barrier akan bekerja dan melakukan pengujian atau validasi apakah data ini sejalan dengan yang tersimpan di data base. Setelah diperiksa kebenaran datanya maka di pikiran si anak akan muncul pertanyaan, ”Lha, kalau saya pintar lalu mengapa nilai ujian saya selalu di bawah 5?” Dengan demikian sugesti ini pasti ditolak.
2. Intuitive/affective barrier berfungsi melindungi individu dengan cara menolak setiap sugesti, suasana, situasi, atau tindakan yang dirasa atau dipandang, oleh si individu, akan mengancam atau merugikan keselamatan fisik, mental dan emosi, dan atau yang akan melukai harga dirinya. Contohnya: Bila seorang anak telah berkali-kali gagal dalam bidang studi tertentu, katakanlah bahasa Inggris, maka saat harus belajar bahasa Inggris ia akan merasa tidak nyaman. Mengapa? Karena ia “tahu” bahwa ia tidak mampu dan tidak bisa. Kalau ujian nilainya pasti jelek. Kalau nilainya jelek berarti ia anak yang bodoh. Perasaan bodoh dan tidak mampu ini merupakan beban mental dan emosi yang berat. Dan kita tahu tidak ada seorang pun di dunia ini yang mau dikatakan sebagai orang bodoh. Jadi, saat kita berkata,”Bahasa Inggris itu gampang kok.” Si anak pasti menolak sugesti ini.
3. Ethical barrier berfungsi melindungi individu dengan cara menolak semua sugesti yang bertentangan dengan nilai-nilai akan hal yang benar dan salah, menurut individu itu. Contohnya : Disalah satu sekolah memberikan proses pembelajaran yang sangat memudahkan anak didiknya, dengan menerapkan berbagai teknologi pikiran yang telah pelajari dan kuasai. Salah satunya adalah dengan menerapkan SALT (Suggestive Accelerated Learning and Teaching). SALT. adalah bentuk advance dari Genius Learning Strategy dan murni menggunakan teknik Suggestopedia Lozanov.
Dengan teknik SALT murid di sekolah tersebut belajar dengan hati riang gembira, stress free, dengan tingkat penyerapan materi yang sangat cepat dan tentu saja dengan level pemahaman yang sangat baik. Meskipun demikian ada orangtua yang komplain, ”Pak guru, anak-anak di sini terlalu enak. Kok, nggak pernah lihat mereka belajar. Kesannya mereka setiap hari hanya bermain dan bermain saja di sekolah ini.?
”Lha, maunya Ibu bagaimana?” tanya guru.
”Itu lho Pak. Belajar itu kan perlu upaya keras. Saya dulu kalau belajar sampai stres dan nangis-nangis. Rasanya nggak masuk akal kalau anak di sini belajarnya begitu mudah dan santai. Nantinya apa mereka siap untuk menghadapi tantangan hidup?” tanya si ibu.
Sang Guru hanya tersenyum mendengar jawaban ini. Tanpa banyak komentar, lalu meminta stafnya untuk mengambil lembar ujian matematika anak kelas 1 SD dan saya tunjukkan pada si ibu sambil bertanya, ”Kalo seperti ini apakah anak-anak kita belajarnya santai dan tidak siap menghadapi tantangan hidup?”
”Wah, kalau soalnya seperti ini, ini namanya keterlaluan pak. Lha, masa soalnya begini banyak,” jawab si ibu kaget.
Apa yang terjadi? Sekolah tersebut memberikan soal ujian sebanyak 200 soal pada murid-muridnya. Waktu yang tersedia maksimal 45 menit. Semuanya harus dijawab dengan melakukan perhitungan matematis. Tidak ada multiple choice.
Mengapa ibu ini “menolak” cara belajar yang terapkan di sekolah tersebut? Karena menurutnya cara belajar yang benar adalah kalau sulit, butuh upaya besar, dan kalau perlu sampai stres seperti yang dulu ia alami.
Untuk bisa melakukan perubahan, kita harus tahu cara kerja masing-masing barrier dan harus bisa bekerja sama, sesuai dengan prinsip kerja barrier ini, agar sugesti yang kita berikan tidak ditolak dan akhirnya bisa masuk ke pikiran bawah sadar dan menjadi program baru yang membantu kita untuk sukses.
Jadi, kalau kita sulit berubah maka ini adalah sesuatu yang positif dan wajar. Namun kalau kita tidak bisa berubah, nah ini yang jadi masalah.
Nah, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya untuk bisa melewati ketiga barrier ini? Cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan kondisi hipnosis atau trance. Saat trance, pikiran sadar untuk sementara waktu off alias tidak bekerja. Kalaupun masih aktif maka daya tolak terhadap sugesti sudah sangat lemah.
Bagaimana kalau dalam kondisi sadar atau beta?
Untuk menghadapi logical barrier, wording yang kita gunakan dalam menyusun kalimat sugesti harus bisa mem-bypass fungsi evaluasi kritis dari barrier ini. Kita bisa menggunakan kalimat yang diawali dengan kata
”Saya ingin……”, ”Kondisi ideal……”, ”Saya memutuskan…..”, ”Saya berharap……”, ”Jangan…….”.
Kalau untuk menghadapi intuitive (affective) barrier dan ethical barrier dapat menggunakan metafora dan atau contoh kisah nyata yang bersifat mendesugesti atau merontokkan belief yang dipegang klien. Intinya adalah bagaimana bisa membuat klien percaya bahwa apa yang mereka yakini adalah sesuatu yang kurang tepat.
Misalnya, ada anak yang merasa bahwa belajar itu sulit.
Biasanya kesulitan belajar anak adalah sulit menghapal dan sulit menghitung. Untuk mengatasi hal ini saya mengajarkan teknik memori dan teknik menghitung kepada si anak. Hanya dalam waktu sekejap si anak mampu menghapal 25 kata acak dengan sempurna. Demikian juga dengan menghitung. Dengan teknik tertentu anak mampu menghapal tabel perkalian dengan sangat cepat atau mengerjakan perkalian tiga digit kali tiga digit dengan sangat mudah.
Hal ini sudah tentu sangat ampuh dalam merontokkan kepercayaan anak bahwa belajar itu susah. Saat si anak percaya bahwa belajar itu mudah maka langkah selanjutnya adalah tinggal memperkuat belief itu.
Bagaimana caranya untuk dapat memprogram ulang pikiran (mind reprograming)?
Pintu untuk menjalan program ”mind” adalah ”melalui pintu kesadaran”
Pertama mengamati pikiran kita, Deepak Chopra pernah berkata bahwa dalam satu hari kita melakukan self-talk sebanyak 55.000 – 65.000 kali.
Bagaimana cara untuk bisa mengamati pikiran?
Oh, caranya mudah sekali. Yang perlu kita lakukan adalah belajar untuk menjadi hening. Kita perlu membiasakan diri ”berjalan” di keheningan. Hanya dengan hening kita baru mampu mengamati pikiran kita dengan jelas.
Pikiran ibarat segelas air yang keruh karena berisi kotoran atau partikel kecil (baca: buah pikir). Dalam kondisi keruh kita tidak akan bisa melihat melampaui gelas air itu. Kita tidak akan mampu melihat dan mengamati berbagai komponen yang membuat air (baca: pikiran) menjadi keruh.
Lalu, bagaimana caranya untuk bisa melihat partikel kecil yang mengotori air? Bagaimana cara untuk bisa melihat melampaui gelas yang keruh?
Sekali lagi, caranya sangat mudah. Letakkan gelas yang berisi air keruh dan biarkan selama beberapa saat. Jangan digerak atau diaduk-aduk. Biarkan saja.
Selang beberapa saat kotoran-kotoran itu akan mulai mengendap dengan sendirinya, tanpa harus kita upayakan. Setelah semuanya mengendap air di gelas menjadi sangat jernih. Kotoran itu akan turun ke dasar gelas dan menjadi sangat mudah diamati. Kita juga akan dapat melihat melampaui gelas. Mudah, kan?
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya menjadi hening?
Setiap hari, selama sekitar 30 menit sampai 60 menit, lakukan meditasi. Duduklah dengan tenang dan mulailah mengamati pikiran anda. Bagi pemula anda bisa melatih diri dengan melakukan meditasi 15 menit di pagi hari dan malam hari. Untuk lebih mudah melakukan pelatihan meditasi dapat menggunakan mind programing meditasi yang dapat di download dari http://widayanto.com
Setelah dapat mencapai keheningan maka Gunakan perasaan atau emosi sebagai Guiding System. (perasaan sebagai pengarah).
Karena kita tidak mungkin mengawasi satu per satu pikiran yang muncul maka cara paling mudah adalah dengan selalu mengawasi perasaan kita. Bagaimana caranya? Mudah saja. Jika kita merasa senang, bahagia, gembira, atau gampangnya merasa ”enak” maka ini artinya baik. Jika perasaan yang kita rasakan bersifat negatif (tidak ”enak”) maka ini sebenarnya merupakan warning signal dari Guiding System kita bahwa ada bagian, di pikiran bawah sadar, yang kerjanya tidak in-line.
Program ”mind reprograming” yaitu suatu gelombang elektromagnetik dengan frekuensi sesuai dengan frekuensi gelombang otak alpha dan theta. Gelombang yang tersedia dan dapat di download dari http://widayanto.com adalah program untuk meningkatkan prestasi belajar dan meningkatkan prestasi olah raga, selain program untuk meditasi tadi.
Penggunaan program ini adalah dengan mengunakan mp3 player, klien duduk pada posisi yang nyamam, dengarkan program selama 30 menit, sambil memvisualisasikan kondisi pelajaran yang akan sudah dipelajari, dan akan dipelajari dengan merasakan semua pelajaran menjadi mudah dimengerti. Selamat mencoba.
Banyumas, April 2008