Tuesday, May 15, 2007

THE LAW OF ATTRACTION (2)

“Your thoughts and your feelings create your life.
It will always be that way. Guaranteed!”

~ Lisa Nichols

Pada akhir artikel sebelumnya saya mengatakan bahwa kunci untuk memanfaatkan LOA demi kemajuan kita adalah dengan kesadaran diri. Kita harus selalu sadar untuk senantiasa mengarahkan pikiran kita untuk memikirkan hal-hal yang kita inginkan.

Apakah ini mudah? Oh, sudah tentu tidak mudah. Deepak Chopra pernah berkata bahwa dalam satu hari kita melakukan self-talk sebanyak 55.000 – 65.000 kali. Nah, self-talk ini termasuk bentuk pikiran. Pertanyaannya sekarang, ”Bagaimana caranya kita bisa menggunakan kesadaran untuk mengendalikan buah pikir sebanyak ini?” Jawabannya, ”Tidak mungkin bisa.”

Jawaban ini berlaku bagi orang awam. Ada segelintir orang yang mampu mengendalikan pikiran mereka sepenuhnya. Namun untuk bisa mencapai kemampuan ini dibutuhkan latihan dengan disiplin diri yang tinggi selama bertahun-tahun.

Sekarang kita hidup di zaman serba instan. Saya yakin tidak ada satupun di antara kita yang mau melakukan latihan mental semacam itu. Apakah ada cara yang lebih mudah dan nggak usah kerja keras? Ada. Mau tahu? Gunakan perasaan atau emosi sebagai Guiding System.

Beberapa waktu lalu saya sempat menulis artikel dengan judul ”Emosi: Kunci Rahasia Kebijaksanaan”. Saya sangat menyarankan Anda untuk membaca artikel ini agar bisa lebih memahami apa yang saya uraikan di artikel ini.

Kembali ke laptop.... Eh, salah... ke perasaan. Karena kita tidak mungkin mengawasi satu per satu pikiran yang muncul maka cara paling mudah adalah dengan selalu mengawasi perasaan kita. Bagaimana caranya? Mudah saja. Jika kita merasa senang, bahagia, gembira, atau gampangnya merasa ”enak” maka ini artinya baik. Jika perasaan yang kita rasakan bersifat negatif (tidak ”enak”) maka ini sebenarnya merupakan warning signal dari Guiding System kita bahwa ada bagian, di pikiran bawah sadar, yang kerjanya tidak in-line.

Saat emosi kita muncul terhadap sesuatu objek, objek apa pun termasuk objek pikiran, maka pada saat itu kita mengaktifkan dan memberikan ”perintah” pada LOA untuk mulai bekerja dan menarik hal-hal yang membuat munculnya perasaan kita.

Contohnya begini. Ada seorang wanita yang baru putus cinta. Hatinya sakit bak disayat sembilu. Emosinya bergejolak. Saat itu ia memutuskan bahwa ia ingin mendapat pasangan yang jauh lebih baik daripada mantan kekasihnya yang brengsek, kurang ajar, nggak tahu diri, dan egois. Selang beberapa bulan apa yang terjadi?

Benar. Wanita ini mendapatkan pasangan yang kurang lebih sama dengan mantan kekasihnya. Lha, kok bisa begitu? Bukankah ia ingin mendapatkan pasangan yang lebih baik? Bukankah ia ingin bahagia?

Sekali lagi, Anda benar. Namun wanita ini secara tidak sadar telah mengaktifkan LOA untuk menarik pria yang justru tidak ia inginkan. Mengapa bisa terjadi? Saat ia memutuskan bahwa ia ingin mendapatkan pasangan yang ”tidak seperti” mantan kekasihnya maka yang muncul di layar mentalnya justru gambar mantan kekasihnya. Begitu gambarnya muncul maka semua emosi yang berhubungan dengan pengalaman negatifnya juga ikut muncul. Akibatnya? LOA bekerja mewujudkan apa yang menjadi fokus perhatian dengan muatan emosi terkuat.

Beberapa waktu lalu saya mendapat telepon dari seorang pembaca buku Becoming a Money Magnet (BMM). Ibu ini, sebut saja Yuni, tinggal di Surabaya dan kebetulan seorang dokter. Ibu Yuni bercerita mengenai anaknya yang berusia 2 tahun yang sangat susah makan. Sudah sangat banyak cara ia coba agar bisa membuat anaknya mau makan. Namun selalu gagal.

Nah, setelah Ibu Yuni membaca buku BMM ia mencoba melakukan pendekatan yang berbeda. Selama ini yang ada dipikiran Ibu Yuni adalah, ”Anak saya susah makan.” Dan sesuai dengan prinsip kerja LOA itulah yang ia dapatkan.

Perubahan terjadi saat Ibu Yuni, di pagi hari, mengubah pola pikirnya. Pagi ini Ibu Yuni mulai berpikir bahwa, “Anak saya suka makan dan pintar makan.” Dengan mindset seperti ini Ibu Yuni mulai menyiapkan sarapan pagi putranya. Hasilnya? Ibu Yuni bingung dan bengong. Anaknya, padahal nggak diapa-apain, pagi itu langsung makan sarapannya dengan lahap.

Satu contoh lagi. Mengapa orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin? Orang miskin, pada umumnya, hanya memikirkan needs (kebutuhan). Orang kaya memikirkan wants (keinginan). Ada perbedaan yang signifikan antara needs dan wants.

Needs mencerminkan kondisi kita saat ini, what-it-is. Sedangkan wants mewakili kondisi what-it-shall-be. Karena dasar pikirannya berbeda maka bisa anda bayangkan bagaimana gambar yang muncul di monitor pikiran? Yang selalu di-broadcast oleh pikiran orang miskin adalah kondisi mereka yang serba minim, kekurangan, dan menderita. Dengan demikian gambar mental ini mengaktifkan emosi negatif yang semakin memperkuat kerja LOA. Mereka dapatkan apa yang mereka ”minta”.

Berbeda dengan orang kaya. Yang mereka pikirkan adalah apa yang mereka inginkan (wants). Emosi yang muncul adalah emosi positif. Akibatnya? Mereka menjadi semakin kaya.

Anda mungkin berkata, ”Lho, Pak, saya kenal ada orang miskin yang juga senantiasa memikirkan wants, lho. Tapi kenapa hidupnya kok ya tetap susah?”

Ingat, LOA memberikan respon pada vibrasi pikiran yang mendasari setiap ucapan dan tindakan. Bisa saja orang miskin ini memikirkan wants. Tapi dasar pemikiran mereka bukan demi kebahagiaan namun lebih agar mereka bisa ”terbebas” dari himpitan kemiskinan. Nah, yang dominan sebenarnya apakah wants atau needs? Yang ada di pikiran orang miskin ini adalah scarcity (kekurangan) bukan abundance (keberlimpahan).

Lalu bagaimana dengan nasib sial yang beruntun? Wah, kalau ini jawabannya agak susah. Bagi yang sering mengalami sial atau ketidakberuntungan, misalnya musibah, sakit, masalah, dan yang lainnya, maka saran saya adalah Anda harus segera cari orang pintar untuk di-ciswak atau di-ruwat. He..he... kalau yang ini jangan ditanggapi serius. Ini hanya bercanda. Nah, kembali ke masalah nasib sial yang beruntun. Apa yang sebenarnya terjadi?

Sebelum saya jelaskan, saya akan berikan contoh kasus nyata yang pernah saya tangani.

Seorang pengusaha besar, Pak Agung, datang ke tempat saya, diantar oleh rekannya yang kebetulan juga kawan saya. Pak Agung mengeluh bahwa sudah dua tahun lebih ia mengalami depresi. Usahanya merosot hanya tinggal 30% dari biasanya. Orang terbaiknya keluar dan ia mendapatkan banyak hambatan/musibah dalam usahanya.

Melalui in-depth interview saya akhirnya menemukan akar masalahnya. Ceritanya begini. Dua tahun lalu Pak Agung pergi ke salon di sebuah hotel bintang lima. Pak Agung berniat memotong rambutnya. Saat itu ada beberapa orang yang juga sedang dipotong rambutnya. Tiba-tiba salah satu dari tamu itu terbatuk-batuk, gemetar, napasnya sesak, dan jatuh dari kursi. Semua yang ada di salon itu panik dan tidak ada yang berani mendekat. Pak Agung duduk persis di samping tamu ini.

Dengan terpaksa Pak Agung berusaha membantu tamu yang sakit ini. Lima belas menit kemudian tamu ini tubuhnya membiru dan meninggal. Ternyata ia kena serangan jantung. Nah, celakanya Pak Agung mempunyai belief bahwa bila ia berada di samping orang yang meninggal maka ini merupakan pertanda sangat buruk. Ini benar-benar apes yang sangat berat. Ia meyakini hal ini. Emosinya bergejolak.

Sejak saat itu Pak Agung mulai mengalami banyak ”kesialan” dalam hidupnya. Dan ”kesialan” ini semakin lama semakin banyak dan beruntun. Seakan-akan seperti sebuah downward spiral yang semakin lama semakin cepat menarik Pak Agung turun.

Apa yang saya lakukan untuk membantu Pak Agung. Sederhana saja. Saya tidak menggunakan hipnosis/hipnoterapi karena beberapa alasan. Salah satunya adalah karena Pak Agung belum bersedia diterapi dengan hipnoterapi. Salah dua adalah karena Pak Agung masih minum obat penenang sehingga kesadarannya tidak bekerja optimal.

Saya hanya menyarankan Pak Agung untuk mulai memikirkan hal-hal yang ia inginkan. Bukan hal-hal yang justru tidak ia inginkan. Tujuannya untuk menghentikan suplai energi ke pikiran ”sial” dan mulai mengarahkan energi pikirannya ke ”keberuntungan”.

Pak Agung mengakui bahwa sulit baginya untuk melakukan hal ini. Saya bisa menyadari kesulitannya karena daya kerja LOA telah begitu kuat mencengkeram pikirannya. Selanjutnya yang bisa saya sarankan adalah untuk mengalihkan pikirannya ke hal-hal yang, bila ia lakukan, akan menimbulkan perasaan senang, tenang, damai, atau bahagia. Pokoknya hal-hal apa saja yang bisa membuatnya feel good. Teknik ini dikenal dengan nama distraction. Apa itu? Misalnya karaoke, bermain dengan anak, memelihara ikan, merawat bunga/tanaman, liburan, nonton film, jalan ke mall, berdoa, meditasi, atau apa saja.

Setelah membaca uraian di atas saya yakin anda kini pasti mengerti mengapa ”nasib” seseorang bisa berubah setelah di-ciswak atau diruwat. Prosesi ciswak atau ruwatan ini sebenarnya hanyalah tool untuk meyakinkan pikiran seseorang sehingga fokusnya berubah dari yang sebelumnya berpikiran negatif ke pikiran yang positif. Dengan demikian, sesuai dengan prinsip kerja LOA, orang ini mulai menarik hal-hal positif ke dalam hidupnya. Dengan demikian nasibnya berubah.

Misalnya Anda pengusaha dan Anda merasa nasib Anda sial terus. Lalu Anda memutuskan menjalani ruwatan. Eh... ternyata usaha Anda masih rugi, katakanlah Rp1 miliar. Pikiran Anda akan berkata, ”Untung sudah diruwat. Coba kalau nggak. Wah saya bisa rugi Rp10 miliar. Karena sudah mengalami kerugian maka sialnya sudah lewat. Setelah ini pasti yang datang hanyalah keberuntungan.” Dengan mindset seperti ini sudah tentu Anda akan mengalami keberuntungan.

Sebagai penutup saya ingin berbagi cerita mengenai kawan saya. Sebut saja namanya Pak Hari. Pak Hari adalah kepala kantor wilayah salah satu bank plat merah terbesar di Indonesia. Beliau mencapai posisi ini dengan mudah dan lancar. Bahkan beliau adalah Kakanwil termuda dalam sejarah bank ini. Pak Hari ini memang sangat luar biasa kepribadiannya. Low profile tapi high profit.

Karena penasaran mendengar perjalanan karirnya saya lalu bertanya hal apa saja yang ia lakukan untuk bisa mencapai posisinya sekarang. Beliau memang tipe orang yang suka kerja keras. Namun ada satu hal yang berbeda yang akhirnya saya temukan. Apa itu? Beliau adalah seorang muslim yang taat. Selalu melakukan sholat lima waktu. Yang istimewanya, setiap selesai menyelesaikan sholat, beliau selalu memanjatkan doa, yang saya simpulkan sebagai afirmasi yang sangat dahsyat yang membuat LOA bekerja mendukung dirinya.

Apa doanya? Sederhana dan singkat. Beliau tidak minta macam-macam. Doa atau afirmasi yang selalu beliau panjatkan kepada Sang Hidup adalah, ”Ya, Allah, saya mohon agar dimudahkan jalanku.”[awg]

* Adi W. Gunawan

0 comments: