Sunday, February 17, 2008

Menguji Law of Attraction dengan Metoda Ilmiah

February 9th, 2008

Di Milis Profec (theprofec [at] yahoogroups.com, thread http://finance.groups.yahoo.com/group/TheProfec/message/23896), Pak Susanto Salim mengajukan saran untuk menguji secara ilmiah Law of Attraction sebagai berikut:

“Sebenarnya tidak rumit jika kita memang ingin menguji teori motivasi ala LOA. Cukup kumpulkan pakar LOA, minta mereka bikin metode pelatihan dan definisi yang jelas, terus bikin dua grup yang dipilih secara acak. Kelompok satu adalah yang mendapat teori dan mempraktekan LOA dan kelompok dua adalah kelompok kontrol (dalam arti menjalani hidup seperti biasa, tidak mendapat training LOA). Kemudian buat seperangkat parameter yang bisa diukur untuk menunjukkan kelompok mana yang lebih oke seiring dengan berjalannya waktu.

Jika sesuatu tidak bisa diukur atau diteliti dampaknya, bagaimana kita tahu bahwa sesuatu itu benar2 bekerja/membawa hasil? Dan kalau definisinya aja beda antara orang yang satu dengan yang lain, bagaimana bisa diukur?

btw, dalam film the secret salah satu guru mengatakan bahwa LOA itu kayak hukum gravitasi, dalam arti kalau pun Anda tidak percaya si hukum akan tetap bekerja. Seperti gravitasi, meski Anda gak percaya adanya gravitasi, tetap wae Anda akan jatuh ke bawah (terikat hukum gravitasi).”

Pendapat saya, menguji kesahihan LoA menggunakan metoda scientific control seperti yang dianjurkan di atas, saya kuatir, tidaklah sesederhana yang kita bayangkan …

Kesulitan Pertama: LoA Tidak Bisa “Dilatihkan”

LoA menurut saya bukanlah suatu teori motivasi yang bisa dilatihkan dan dipraktekkan, tapi lebih merupakan (bagian dari) suatu sistem kepercayaan atau sistem kesadaran.

Mengapa? Karena kita bisa saja mengetahui dan terampil tentang LoA (keadaan di tingkat intelektual), tapi sambil tetap tidak percaya (keadaan di tingkat emosional-spiritual). Bisa juga sebaliknya: kita tidak mengenal apa itu LoA tapi sesungguhnya sistem kepercayaan kita sehari-hari sudah secara otomatis menerapkan LoA.

Untuk menggunakan LoA, pendukung terpentingnya bukanlah “pengetahuan” atau “keterampilan” tentang LoA, tapi “niat” atau “keputusan” untuk percaya tentang pola kesadaran LoA (atau apa pun namanya).

Secara singkat, LoA adalah fenomena kesadaran kepercayaan, bukan pengetahuan.

Kesulitan Kedua: “Penerapan LoA” Tidak Bisa Diamati dari Luar

Kepercayaan pada LoA adalah keadaan yang terjadi dalam kesadaran kita. Siapakah yang bisa mengamati keadaan kesadaran kita yang sesungguhnya, selain kesadaran kita sendiri?

Katakanlah Kelompok A adalah kelompok yang “dilatihkan” LoA (treatment group) dan Kelompok B adalah kelompok yang “tidak dilatihkan” LoA (control group), pertanyaannya: bagaimana kita mengamati keadaan kesadaran Kelompok A dan Kelompok B? Yang bisa kita amati hanyalah ucapan dan tindakan mereka, tapi ucapan dan tindakan belum tentu konsisten, bahkan bisa jadi bertentangan dengan kepercayaan terdalam yang ada di kesadaran mereka.

Di sini kita menghadapi kesulitan mengamati atau mengukur kesadaran, karena satu-satunya alat ukur atau alat pengamatan untuk kesadaran, adalah kesadaran itu sendiri.

Mengamati kesadaran dengan kesadaran, adalah sama seperti halnya mengamati energi dengan energi, atau mengamati materi dengan materi. Hal itu bisa dilakukan, tapi tidak bisa tanpa adanya disturbansi atau gangguan pada sasaran atau objek pengamatan, yang akhirnya membuat hasil pengamatan kita juga tidak sahih (corrupted).

Bayangkanlah komplikasinya mengamati api hanya dengan api sendiri sebagai alat ukur, atau mengamati batu hanya menggunakan batu (perhatikan, “hanya” di situ artinya betul-betul “hanya”, artinya lagi, tidak ada alat pengamatan lain yang digunakan, bahkan tidak juga panca indra kita).

Begitu jugalah komplikasinya kalau kita mau mengamati kesadaran, karena satu-satunya alat pengamatan kita untuk kesadaran adalah kesadaran itu sendiri.

Pertanyaan Pak Susanto Salim: “Jika sesuatu tidak bisa diukur atau diteliti dampaknya, bagaimana kita tahu bahwa sesuatu itu benar2 bekerja/membawa hasil? Dan kalau definisinya aja beda antara orang yang satu dengan yang lain, bagaimana bisa diukur?”

Tanggapan saya: “Apakah kita bisa mengamati atau mengukur kesadaran kita secara objektif? Kalau iya, bagaimanakah caranya (sains dewasa ini hanya mampu mengamati sinyal otak, bukan mengamati kesadaran)? Kalau tidak, mengapa tetap saja kesadaran ini ada dan bekerja? Apakah ada definisi objektif tentang ‘kesadaran’ yang lepas dari kesadaran itu sendiri?”

Pernyataan Pak Susanto Salim: “Dalam film The Secret salah satu guru mengatakan bahwa LoA itu kayak hukum gravitasi, dalam arti kalau pun Anda tidak percaya si hukum akan tetap bekerja. Seperti gravitasi, meski Anda gak percaya adanya gravitasi, tetap wae Anda akan jatuh ke bawah (terikat hukum gravitasi)”.

Tanggapan saya: “Meski kita tidak percaya LoA, LoA tetap bekerja. Sungguh. Katakanlah kita tidak percaya bahwa pikiran dan keyakinan kita tidak akan menjadi kenyataan, maka ketika pikiran dan keyakinan kita itu tidak menjadi kenyataan, itu adalah bukti bahwa LoA bekerja: bahwa apa pun yang kita percayai akan menjadi kenyataan, termasuk kepercayaan akan ketidakpercayaan terhadap LoA.”
Ferli Deni Iskandar
http://ferli.net/

0 comments: