Wednesday, May 21, 2008

LOA dalam pandangan Hindu Bali

Oleh : Jaya Wiharsa

Pertama dan yang utama adalah saya mohon maaf atas keberanian saya menulis LOA dalam Hindu Bali. Menyadari akan kemampuan dan keterbatasan saya untuk mengungkapkan apa yang tersirat dan yang tersurat dalam kehidupan Hindu Bali. Disamping itu juga saya tidak memiliki pengalaman menulis yang memadai.

Terimalah tulisan ini dengan apa adanya, berikut kekurangan saya dalam tulisan ini.

Tulisan ini dibuat untuk membayar hutang, seperti juga keberadaan kita saat ini diyakini oleh Hindu Bali untuk membayar hutang. Hutang kepada siapa?

Hutang kepada Orang Tua yang atas jerih payah mereka dari tiada menjadi ada.

Hutang kepada Pemerintah atas segala kemampuannya kita bisa menikmati negeri ini.

Hutang kepada Guru-guru atas ijinnya kita bisa berinteraksi dan memaknai semua ini.

Hutang kepada sesama Mahluk. (binatang, tumbuhan, manusia) atas toleransi hidup bersama-sama saling isi mengisi kehidupan ini.

Sehingga dalam setiap tindak tanduk yang diharapkan dalam menjalankan hidup ini adalah dengan berterimakasih dan selalu mengembangkan rasa syukur atas apa yang ada saat ini. Karena tanpa hutang yang disebutkan diatas kita tidak ada disini, dan tidak bisa menikmati apa yang ada disini berinteraksi disini dan memaknai pula disini. Bisa saja kita masih dalam gumpalan energi yang berpindah-pindah, berubah-rubah dan berevolusi atau entah apa saja bisa dikatakan sepanjang kita bisa ungkapkan.

Ijinkan saya berterimakasih dari hati yang paling dalam atas semua yang ada saat ini dan juga yang belum ada. Serta yang berkenan membaca tulisan ini.

Dalam keseharian Hindu Bali, cara mengungkapkan rasa terimakasih atas apa yang ada dan diterima saat ini salah satunya dilakukan dengan cara menghaturkan banten saiban. Setiap sehabis memasak di dapur dan sebelum masakannya dinikmati para ibu-ibu pasti membuat banten saiban yang isinya, sejumput nasi putih dalam ukuran kecil kira-kira 1cm x 1 cm (ukuran ini tidak pas bisa berubah sesuai dengan jumputannya) diletakkan diatas daun pisang yang sudah dipotong segi empat ukuran 4cm x 4cm (ukuran dan bahan tidak menjadi suatu standar) dan ditambahkan lauk-pauk yang dimiliki saat itu dalam ukuran kecil juga, bisa diwakilkan pula dengan garam.

Dibuat sejumlah intinya 5 buah dan bisa lebih, tergantung dengan apresiasi pelakunya. 5 banten saiban kecil itu ditempatkan di

- Tempat suci,

- Pekarangan rumah/ Depan rumah

- Tempat Air

- Tempat Api

- Tempat Beras

Tujuannya kita menghaturkan terimakasih dan sekaligus melakukan local inspection onsite pada tempat-tempat yang penting di dalam rumah tangga. Kurang lebih makna doa yang dipanjatkan berbunyi "Tuhanku terimakasih atas apa yang kami terima saat ini, semoga kami bisa terus melakukannya seperti ini dan bahkan lebih baik."

Pada saat kita melakukan itu disertai dengan percikan air suci bersarana bunga, disaksikan oleh dupa wangi dan dilakukan dengan tulus hati, tanpa paksaan ataupun tekanan. Sebagai pembuktian bahwa ritual kecil ini sah dan tidak bermain-main.

Kenapa saya sebut sebagai local Inspection onsite apa yang kita lakukan saat tersebut?

Bayangkang bila tempat suci, pekarangan rumah yang kita miliki kotor atau tercemar, tentu kita harus membersihkannya dulu dari kotoran tersebut, sehingga kita dengan nyaman bisa menghaturkan doa terimakasih.

Bayangkan pula bila persediaan beras tidak ada, Air minum dan persedian air tidak ada atau rusak, begitu pula dengan kompor tempat memasak gasnya habis. Tentu kita tidak bisa memasak untuk keesokan harinya atau membuat kopi/teh untuk nanti. Sehingga pada saat kita melakukan local inspection kita bisa mengamati pula secara sepintas, sambil berdoa terima kasih atas sumber-sumber beras, air dan api yang mencukupi untuk keberlangsungan hidup.

Rutinitas itu pasti terjadi setiap hari untuk kalangan Hindu di Bali. Namun sesungguhnya saya sudah cukup berani membahasakan dengan bahasa yang sederhana. Untuk itu bagi yang bisa menilai ijinkan saya mohon maaf bila ada yang kurang berkenan.

Itu hanyalah hal kecil yang dilakukan umat Hindu di Bali. Ritual upacara lain yang lebih besar dan makin besar mengikuti pola-pola tersebut. Berterimakasih dahulu atas apa yang telah tersedia, kemudian meyakini dan merasakan akan kelimpahan yang diberikan, kemudian meminta melalui doa-doa.

Bali terkenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, dan ada pula dengan sebutan-sebutan lain seperti God of island, The Last Paradise, Paradise on the island dan sebutan lain yang diberikan oleh orang lain. Sebutan itu diberikan mungkin karena banyaknya perayaan-perayaan yang dilakukan seperti:

Perayaan otanan (ulang tahun untuk Manusia Bali) jatuh setiap 6 bulan sekali

Perayaan piodalan di pura-pura ada yang jatuh setiap 6 bulan sekali ada yang setahun sekali. Piodalan adalah hari jadi berdirinya pura tersebut.

Perayaan hari-hari khusus yang disebut sebagai Rerainan seperti bulan purnama (malam yang paling terang), tilem (malam yang paling gelap).

Perayaan hari khusus tumpek, perayaan terhadap hal hal yang berjasa kepada manusia, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan unsur benda logam dll.

Perayaan perayaan hari suci, seperti Nyepi, Galungan, dan Kuningan.

Sangat banyaknya perayaan perayaan yang dilakukan yang tujuannya mengungkapkan terimakasih atas keberlimpahan yang ada. Hal tersebut terjadi terus menerus sehingga membentuk belief system. Sehingga bila tidak merayakannya seolah-olah ada yang kurang dan ada perasaan tidak nyaman. Bukankah seringnya kita merayakan keberlimpahan juga salah satu cara untuk LOA.

Didalam LOA, dikatakan Ikhlas melakukannya tanpa paksaan, Syukuri dengan selalu berterima kasih, Fokus pada keinginan supaya semua kebutuhan bisa terpenuhi. Kalau di Secret dikatakan ask, believe and receipt, Bukankah kita sudah receipt duluan kemudian kita believe dan kemudian baru kita ask.

Dalam tulisan ringkas ini, begitulah adanya, namun kalau kita mencoba masuk pada satu event saja misalnya otonan(perayaan ulang tahun Bali), akan bisa dibuat dalam kapasitas kecil, menengah dan besar.

Semua perayaan yang ada bisa dibuat dalam kapasitas kecil, menengah, dan besar. Disesuaikan dengan kemampuan dan kadar kejujuran pelakunya. Karena ada kala orang membuat sekala besar namun sebetulnya kapasitasnya kecil. Kenapa hal itu dilakukan? Hal ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan pemahaman atau juga memiliki persepsi yang berbeda-beda. Hal ini jarang diperdebatkan tetapi dikembalikan kepada pelakunya masing-masing.

Target/goal LOA Hindu Bali, tidaklah muluk-muluk. Inti target Hindu Bali umumnya Seger, Sadia, Rahayu. Dalam bahasa luasnya:

Seger=Selalu sehat sehingga bisa bekerja dengan baik, bukankah kesehatan itu tak ternilai.

Sadia=Memiliki apa yang layak dimiliki.

Seperti bila saatnya harus punya handphone supaya punya, bila saatnya punya mobil supaya punya, bila saatnya punya pesawat terbang supaya punya. Karena kebanyakan berpikir belum saatnya punya pesawat terbang, maka wajar saja tidak punya. he.. he. he..

Rahayu=perasaan batin selalu dalam kondisi yang tenang dan nyaman.

Punya sesuatu pasti dipikirkan baik-baik, jangan sampai punya mobil mercy tapi tidak bisa memelihara dan bayar pajaknya, Kasihan sama yang punya sehingga bisa menjadi sakit karena memikirkan biaya perawatan mobilnya dan membuat batinnya tidak tenang. Yang menjadi poin adalah bukannya apa yang akan diminta namun apa yang boleh dipinta sehingga tetap tercipta keseimbangan antara batin, tubuh dan alam semesta.

Bukankah Seger, Sadia, Rahayu, ukurannya tiap orang berbeda-beda. Sesuai dengan standar ukuran masing-masing. Bila seorang pengusaha LOAnya berbeda dengan LOA pak tani. Kira-kira begitulah. Apakah Pak Tani boleh memiliki LOA seorang pengusaha? Boleh saja, asal siap menerima apa adanya.

Pandangan saya pribadi kita boleh meminta sesuai dengan kapasitas kita dan kemampuan kita untuk meningkatkan diri. Asalkan jangan serakah. Setiap permintaan memiliki pertanggung jawaban masing-masing.

Sepanjang berkutat dalam Nafsu, Akal dan Pikiran, kita cenderung akan berputar-putar dalam siklus kehidupan. Siklus kehidupan diterjemahkan dengan lahir, hidup dan mati. Bila kita mampu menembus dan menyelami layer yang lebih dalam, kita akan dikenalkan dengan Budi, Cipta dan Sang Jiwa. Muarannya ada pada Kesemestaan. Bahasa mudahnya seperti itu, namun dalam prakteknya sehari-hari kita akan diperkenalkan dengan berbagai pengalaman dengan cita rasanya masing-masing. Itu yang pernah saya dengar dari orang yang dituakan dalam persepsi Hindu Bali.

Bagi yang memiliki kemampuan LOA yang cespleng atau digjaya tak tertandingi, sakti, dll saya pula pernah diperdendangkan lagu judulnya Ede Ngaden Awak Bisa,

Terjemahan bebasnya berbunyi:

Jangan pernah diri merasa serba bisa

Biarkanlah orang lain yang memberikan nama.

Upaya kita sehari-hari bagaikan tukang sapu

Saban hari banyak kotoran yang ada

Bila ada kotoran akan ada kotoran lagi yang tampak.

Walaupun kita mampu membersihkan kotoran itu, masih banyak hal yang perlu dipelajari.

Pendapat saya pribadi, lagu tersebut cocok untuk kalangan tertentu, dan belum tentu cocok untuk beberapa orang, karena bisa menimbulkan apresiasi yang berbeda. Anggap saja sebuah hiburan.

Demikian dan atas kesediaan membaca dan termuatnya tulisan ini saya ucapkan terimakasih. Bila ada rangkaian kata-kata yang tidak nyaman dan menyinggung perasaan, mohon dimaklumi dan dimaafkan. Tidak ada terbersit untuk melakukan itu, tulisan ini sebagai sharing semata, karena saya sedang belajar, khususnya belajar LOA di milis ini. Semoga bisa diterima dengan baik adanya.

0 comments: